

Merekalah yang paling tahu bagaimana caranya memproduksi revolusi
Naskah asli pada www.saifulhaq.com Tanggapan Untuk Laporan Aboeprijadi Santoso Laporan Aboeprijadi Santoso yang berjudul “Bioskop Merosot, Apa Jadinya Generasi Kota Mendatang?” menggelitik saya untuk menuliskan beberapa tanggapan. Saya sepenuhnya sepakat, bahwa monopoli dan kartel yang mewarnai industri film tanah air merupakan sebuah gurita yang membelit kreativitas dan daya hidup film nasional, namun peran mereka juga tidak kecil dalam mempromosikan film, kritik kita setida


Suster Apung dan politik citra
Naskah asli dimuat di www.saifulhaq.com Tahun 2006, kompetisi film dokumenter Eagle Award digelar Metro TV, saat itu Suster Apung yang disutradarai sineas muda Andi Arfan Sabran dan Supardi Suparman terpilih menjadi film terbaik sekaligus terfavorit pilihan pemirsa. Tidak hanya menang dalam penilaian teknis perfilman, tapi film ini sekaligus menguak kisah tentang seorang suster, Hj Rabiah, yang berjuang melawan kerasnya ombak demi memberikan pelayanan kepada masyarakat di ham


2 dari 3 film dokumenter : HASIL WORKSHOP
“Potere”, bagi saya adalah sebuah film yang menarik, dari Festival Film Dokumenter 2009 lalu. Film karya Arfan Sabran dari Makasar ini, mencoba menyuguhkan sebuah desain film dokumenter yang tidak biasa. Tema yang disodorkan sehari hari. Tentang dua orang anak yang mempunyai mimpi yang berbeda. Mereka sama sama bekerja di pasar ikan dekan pantai. Satu anak punya mimpi ingin menjadi pemain bola, dengan membeli sepatu. Anak yang lain, ingin bisa memakai baju koko saat lebaran.


Kesebelasan idola yang urung datang
Artikel asli di Cinema Poetica – “Catatan Kecil Dari Boemboe Forum Meeting Point 2011” Paotere, diambil dari nama sebuah pelabuhan perahu di Makassar, adalah satu dari sangat sedikit eksperimentasi direct cinema dalam jagad film dokumenter Indonesia. Tradisi direct cinema, meskipun seringkali dicampur-adukkan dengan konsep cinema verité, adalah sebuah tradisi yang kuat dan telah luas dianut. Salah satu pemanggulnya adalah sineas Frederick Wiseman, yang premis-premisnya diwari


Paotere
Paotere adalah salah satu dokumenter pendek yang paling saya sukai. Memotret sebuah pasar ikan di Makassar, dokumenter ini merupakan hasil sebuah lokakarya film yang dibimbing oleh seorang pembuat film kenamaan, Leonard Retel Helmrich. Film ini mencoba mengeksplorasi gerak kamera, dengan penggambilan gambar tunggal (single shot), yang telah tampak dalam film-film neorealisme Italia. Gerak kamera tunggal seperti ini telah digunakan oleh Leonard Retel Helmrich untuk menggambark


BOEMBOE FORUM 2011: Film pendek bukan cuma dari Jakarta
Film Indonesia I Berita I Sun, 10 July 2011 Enam film dari Jakarta, Palu, Makassar, dan Surabaya mengisi acara tahunan Boemboe Forum, yang diselenggarakan oleh Boemboe bekerja sama dengan Klub Kajian Film IKJ dan Kineforum Dewan Kesenian Jakarta, Sabtu 9 Juli 2011 pukul 11.00–21.00 di Fakultas Film dan TV (FFTV) IKJ dan Kineforum TIM, Jakarta. Boemboe Forum adalah sebuah kegiatan presentasi, pemutaran, dan diskusi film-film pendek. Acara ini memasuki tahun ke-8. Enam film ter


Funding, screening access confines the aesthetics of documentary filmmakers
The Djakarta Post | Feature | Sun, April 27 2014, 11:12 AM The availability of inexpensive video cameras, editing software and the Internet has led to an explosion in local documentary filmmaking. While more Indonesians telling Indonesian stories from their own perspective is good, a vast number of local have been produced in cooperation with NGOs, focusing on their specific issues of interest – with mixed results for the local scene. Local filmmaker BW Purbanegara cites his


Siapa yang Sanggup Membunuh Kenangan
Dipublikasi dalam katalog LandingSoon #6 Cemeti Art House tahun 2008 oleh : Tonny Trimarsanto “Ternyata, sulit membuat film sejarah. Apalagi, ini dokumenter !” Demikian, diungkapkan Arfan. Ia lebih senang untuk mengerjakan film, bukan dengan tema sejarah. Apalagi, isunya cukup besar, yang diangkat dalam filmnya. Menyangkut peristiwa G30SPKI (yang disebut demikian, oleh pemerintah). Paling tidak beban inilah yang dirasakan Arfan. Barangkali, sudah begitu banyak film tentang p


Bimbit untuk Yoseph
Dibalik layar film “Nonggup” Namanya Yoseph Woroph. Dia adalah salah satu warga yang pertama kali menyambut saya di Desa Ogenetan. Sebuah desa kecil berjarak sekitar 65 km di sebelah utara Kota Boven Diguel, Papua. “Selamat sore adek.” sapanya dengan senyuman seperti yang selalu kutemui di setiap masyarakat Papua. Tingginya sekitar 150 cm dan di bagian dada sebelah kiri, tampak jelas sebuah bekas luka memanjang. Sementara di dekat kakinya berdiri seekor anjing coklat jinak be